"Mentalitas yang kuat akan mendasari kita dalam menghadapi berbagai macam tantangan yang ada di depan kita.Dengan mentalitas yang kuat kita akan menjadi pribadi yang berkualitas"

Rabu, 12 Februari 2014

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001



KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001
TENTANG
REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah perlu diadakan    penyempurnaan  Keputusan Menteri Kesehatan  Nomor 647/Menkes/SK/IV/2000 tentang Registrasi dan Praktik Perawat

Mengingat:

1.    Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100,  Tambahan Lembaran  Negara Nomor 3495 );
2.    Undang - undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60 Tambahan  Lembaran  Negara  Nomor 3839);
3.  Peraturan  Pemerintah     Nomor   32   Tahun  1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun   1996   Nomor  49 ,Tambahan   Lembaran Negara Nomor 3637);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan  Pemerintah  dan  Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom   (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan  Pemerintahan  Daerah (Lembaran    Negara    Tahun    2001 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
6.    Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan  Dekonsentrasi  (Lembaran Negara  Tahun  2001  Nomor  62,  Tambahan Lembaran Negara Nomor 40

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI  KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1.    Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat  baik  di  dalam  maupun  di  luar  negeri  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.    Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah  bukti t ertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia.
3.    Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk  melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.
4.    Surat  Izin Praktik Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktik perawat perorangan/berkelompok.
5.    Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.

BAB II
PELAPORAN DAN REGISTRASI

Pasal 2

(1)    Pimpinan penyelenggara pendidikan perawat wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus pendidikaan keperawatan.
(2)    Bentuk dan isi laporan dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam formulir I terlampir.

Pasal 3

(1)    Perawat yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana sekolah berada guna memperoleh SIP selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima  ijazah pendidikan keperawatan.

(2)    Kelengkapan  registrasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) meliputi :
a.    foto kopi Ijazah pendidikan perawat.
b.    surat keterangan sehat dari dokter.
c.    pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar.

(3)    Bentuk permohonan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir II terlampir.

Pasal 4

(1)     Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, melakukan   registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk menerbitkan SIP.
(2)    SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambat -lambatnya 1(satu)   bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
(3)    Bentuk dan isi SIP sebagaimana tercantum dalam formulir III terlampir.

Pasal 5

(1)    Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIP yang telah diterbitkan.
(2)    Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala  kepada  Menteri Kesehatan melalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan mengenai SIP yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan diterbit kan dalam buku registrasi Nasional.

Pasal 6

(1)    Perawat lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan mendapatkan SIP.
(2)    Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan milik pemerintah.
(3)    Untuk melakukan adaptasi perawat mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
(4)    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan melampirkan :
a.    foto kopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
b.    transkrip nilai ujian yang bersangkutan.

(5)    Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.
(6)    Perawat yang telah melaksanakan adaptasi berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4.

Pasal 7

(1)    SIP berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk memperoleh SIK dan/atau SIPP.
(2)     Pembaharuan   SIP   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) dilakukan pada Dinas Kesehatan Propinsi dimana perawat melaksanakan asuhan keperawatan dengan melampirkan :
a.    SIP yang telah habis masa berlakunya ;
b.    surat keterangan sehat dari dokter;
c.    pas foto ukuran 4 X 6 cmsebanyak 2(dua) lembar.

BAB III
PERIZINAN

Pasal 8

(1)    Perawat dapat melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktik perorangan dan/atau berkelompok.
(2)    Perawat yang melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki SIK.
(3)    Perawat yang melakukan praktik perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP.

Pasal 9

(1)    SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(2)    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan :
a.    foto kopi ijazah pendidikan keperawatan;
b.    foto kopi SIP yang masih berlaku;
c.    surat keterangan sehat dari dokter;
d.    pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar;
e.    surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan tanggal mulai bekerja;
f.    rekomendasi dari Organisasi Profesi
(3)    Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada formulir IV terlampir.

Pasal 10

SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 11

Permohonan SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, selambat - lambatnya diajukan dalam waktu 1(satu) bulan setelah diterima bekerja.

Pasal 12

(1)    SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(2)    SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan dengan kompetensi lebih tinggi.
(3)    Permohonan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diajukan dengan melampirkan :
a.    foto kopi ijazah ahli madya keperawatan, atau ijazah pendidikan dengan kompetensi lebih tinggi yang diakui pemerintah;
b.    surat keterangan pengalaman kerja minimal 3(tiga) tahun dari pimpinan sarana tempat kerja, khusus bagi ahli madya keperawatan;
c.    foto kopi SIP yang masih berlaku;
d.    surat keterangan sehat dari dokter;
e.    pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar;
f.    rekomendasi dari organisasi profesi;

(4)    Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti tercantum pada formulir V terlampir.
(5)    Perawat yang telah  memiliki SIPP dapat melakukan praktik berkelompok.
(6)    Tata cara perizinan praktik berkelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Pasal 13

(1)    Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan/atau SIPP dilakukan melalui penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan dalam bidang keperawatan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan malakukan praktik keperawatan.

(2)    Setiap perawat yang melaksanakan praktik keperawatan berkewajiban meningkatkan kemampuan keilmuan dan/atau keterampilan bidang keperawatan melalui pendidikan dan/atau pelatihan.

Pasal 14

(1)    SIK dan SIPP berlaku sepanjang SIP belum habis masa berlakunya dan selanjutnya dapat diperbaharui kembali.
(2)    Pembaharuan SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan :
a.    foto kopi SIP yang masih berlaku;
b.    foto kopi SIK yang lama;
c.    surat keterangan sehat dari dokter;
d.    pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar;
e.    surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan masih bekerja sebagai perawat;
f.    rekomendasi dari organisasi profesi
(3)    Pembaharuan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala   Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan.
a.    foto kopi SIP yang masih berlaku;
b.    foto kopi SIPP yang lama;
c.    surat keterangan sehat dari dokter;
d.    pas foto 4 x 6 cm sebayak 2(dua) lembar;
e.    rekomendasi dari organisasi profesi.

BAB IV
PRAKTIK PERAWAT

Pasal 15

Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berwenang untuk :
a.    melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnose keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan;
b.    tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi : intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;
c.    dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
d.    d.  pelayanan tindakan medic hanya dapat   dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter.

Pasal 16

Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 perawat berkewajiban untuk :
a.    a.menghormati hak pasien;
b.    b.merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;
c.    menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku;
d.    memberikan informasi;
e.    meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
f.    melakukan catatan perawatan dengan baik.

Pasal 17

Perawat dalam melakukan praktik keperawatan harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berkewajiban mematuhi standar profesi.

Pasal 18

Perawat dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pasal 19

Perawat dalam menjalankan praktik keperawatan harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisasi profesi.

Pasal 20

(1)    Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2)    Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

Pasal 21

(1)    Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP diruang   praktiknya
(2)     Perawat yang menjalankan praktik perorangan        tidak diperbolehkan memasang papan praktik.

Pasal 22

(1)    Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan rumah.
(2)    Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan rumah harus membawa perlengkapan perawatan sesuai kebutuhan.

Pasal 23

(1)    Perawat dalam menjalankan praktik perorangan sekurang- kurangnya memenuhi persyaratan :
a.    memiliki tempat praktik yang memenuhi syarat kesehatan;
b.    memiliki perlengkapan untuk tindakan asuhan keperawatan maupun kunjungan rumah;
c.    memiliki perlengkapan administrasi yang meliputi buku catatan kunjungan, formulir catatan tindakan asuhan keperawatan serta formulir rujukan;

(2)    Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan standar perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.

BAB V
PEJABAT YANG BERWENANG MENGELUARKAN DAN MENCABUT
IZIN KERJA ATAU IZIN PRAKTIK

Pasal 24

(1)    Pejabat yang berwenang mengeluarkan dan mencabut SIK atau SIPP adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2)    Dalam hal tidak ada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dapat menunjuk pejabat lain.

Pasal 25

(1)    Permohonan SIK atau SIPP yang disetujui atau ditolak  harus disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada pemohon dalam waktu selambat -lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.
(2)    Apabila permohonan SIK atau SIPP disetujui, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIK atau SIP
(3)    Apabila permohonan SIK atau SIPP ditolak, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus memberi alasan penolakan tersebut.
(4)    Bentuk dan isi SIK atau SIPP  yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam formulir VI dan VII terlampir.
(5)    Bentuk surat penolakan SIK atau SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam formulir VIII dan IX terlampir.

Pasal 26

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan laporan secara berkala kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat tentang pelaksanaan pemberian atau penolakan SIK atau SIPP diwilayahnya dengan tembusan kepada organisasi Profesi setempat.


BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 27

(1)    Perawat wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan oleh organisasi profesi.
(2)    Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah lain.
(3)    Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh organisasi profesi.
(4)    Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para  anggotanya  untuk  dapat  mencapai  angka kredit yang ditentukan.

Pasal 28

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan perawat yang melakukan praktik dan yang berhenti  melakukan praktik pada sarana  pelayanan kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.

Pasal 29

(1)    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi yang terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perawat yang menjalankan praktik keperawatan di wilayahnya.
(2)    Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat  dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya dibahas dalam pertemuan periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 30

Perawat selama menjalankan praktik perawat wajib mentaati semua peraturan perundang-undangan.

Pasal 31

(1)    Perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang :
a.    menjalankan praktik selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut;
b.    melakukan perbuatan  yang  bertentangan dengan standar profesi;
(2)    Bagi  perawat yang memberikan pertolongan dalam  keadaan darurat atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a.

Pasal 32

(1)    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi dapat memberi peringatan lisan atau tertulis kepada perawat yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan keputusan ini.
(2)    Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIK atau SIPP tersebut.

Pasal 33

Sebelum Keputusan pencabutan SIK atau SIPP ditetapkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM ) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 34

(1)    Keputusan pencabutan SIK atau SIPP disampaikan kepada Perawat yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan ditetapkan.
(2)    Dalam Keputusan sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIK atau SIPP.
(3)    Terhadap keputusan pencabutan SIK atau SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah keputusan diterima, apabila dalam waktu 14 (empat belas)  hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan pencabutan SIK atu SIPP tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4)    Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan di tingkat pertama dan terakhir semua keberatan  mengenai pencabutan  SIK  atau SIPP.
(5)    Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai  dengan maksud Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pasal 35

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIK atau SIPP kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.

Pasal 36

(1)     Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan Nasional Menteri Kesehatan dan/atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut untuk sementara SIK atau SIPP   perawat yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)    Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan keputusan

BAB VII
SANKSI

Pasal 37

(1)    Perawat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan/atau Pasal 31 ayat (1)dikenakan sanksi administratif sebagai berikut :
a. untuk pelanggaran ringan, pencabutan izin selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
b. untuk pelanggaran sedang, pencabutan izin selama-lamanya 6 (enam) bulan.
c.  untuk pelanggaran berat, pencabutan izin selama-lamanya 1 (satu) tahun.
(2)    Penetapan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas motif pelanggaran serta situasi setempat.

Pasal 38

Terhadap perawat yang sengaja :
a.    melakukan praktik keperawatan tanpa mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan/atau
b.    b. melakukan    praktik    keperawatan    tanpa    izin    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ;
c.    melakukan  praktik  keperawatan  yang  tidak  sesuai  dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16; dan/atau
d.    tidak  melaksanakan  kewajiban  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 17. dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 39

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan perawat yang berpraktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan/atau mempekerjakan perawat tanpa izin dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 40

(1)    Perawat yang telah memiliki SIP, SIK dan SIPP berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 647/Menkes/SK/IV/2000 tentang Registrasi dan Praktik Perawat, dianggap telah memiliki SIP, SIK dan SIPP berdasarkan ketentuan ini.
(2)    SIP, SIK dan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku 5(lima) tahun sejak ditetapkan Keputusan ini.

Pasal 41

(1)    (1) Perawat yang saat ini telah melakukan  praktik  perawat pada sarana pelayanan kesehatan yang belum memiliki SIP, SIK dan SIPP berdasarkan Keputusan     Menteri Kesehatan Nomor 647/Menkes/SK/IV/2000, wajib memiliki SIP, SIK dan SIPP.
(2)    SI P dapat diperoleh secara kolektif dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.
(3)    SIK dapat diperoleh secara kolektif dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(4)    Permohonan mendapatkan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dengan melampirkan :
a.    foto kopi ijazah pendidikan keperawatan;
b.    surat keterangan sehat dari dokter;
c.    pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar.
(5)    Permohonan mendapatkan SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan :
a.    foto kopi ijazah pendidikan keperawatan;
b.    foto kopi SIP;
c.    surat keterangan sehat dari dokter;
d.    d. surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan     yang menyatakan masih bekerja sebagai perawat pada institusi bersangkutan;
e.    pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar.
(6)    Perawat yang saat ini tidak berpraktik dapat memperoleh SIP dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan melampirkan :
a.    foto kopi ijazah keperawatan;
b.    surat keterangan sehat dari dokter;
c.    pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42

Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kesehatan No. 647/Menkes/SK/IV/2000 tentang Registrasi dan Praktik Perawat dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 43

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



        Ditetapkan  di Jakarta
pada tanggal  22 November 2001

    MENTERI KESEHATAN R.I



         Dr. ACHMAD SUJUDI


PRINSIP-PRINSIP ETIKA DALAM KEPERAWATAN



                               A. Prinsip-Prinsip Etika Keperawatan

1. Otonomi (Autonomy)

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

3.Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh ekualitas pelayanan kesehatan.

4. Tidak Merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.

5. Nilai dan Norma Masyarakat

Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat nilai dan norma masyarakat sangat penting dan perlu ada pada diri masing-masing.malah masyarakat yang sedar tentang nilai dan norma masyarakat berusaha keras dalam mengukuhkan nilai-nilai masyarakat.
Setiap individu tidak boleh hidup bersendirian, oleh itu seseorang itu perlu bergaul bagi memenuhi keperluan dalam kehidupan. Oleh itu seseorang itu perlu bersedia agar dapat bertindak dan berfungsi dalam masyarakat. Bagi seseorang itu dapat berfungsi dan bertindak dalam masyarakat seseorang itu perlu memahami nilai- nilai masyarakat dan kelakuan norma masyarakat yang telah disahkan masyarakat itu sendiri.

a. Nilai
Keyakinan seseorang tentang sesuatu yang berharga, kebenaran atau keinginan mengenai ide-ide, objek, atau perilaku khusus. Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh dan berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan hidupnya. Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang benar dan mana yang salah.

Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang.

1).Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai cara antara lain :


a).Model atau Contoh
Dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul;
b).Moralitas
Diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda;
c).Sesuka Hati
Adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah dan sangat tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut;
d).Penghargaan dan Sanksi
Perlakuan yang biasa diterima seperti: mendapatkan penghargaan bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukkan perilaku yang tidak baik;
e).Tanggung jawab untuk memilih;
Adanya dorongan internal untuk menggali nilai-nilai tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu, adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.


2).Klarifikasi Nilai-Nilai (Values) 


Klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana seseorang dapat mengerti sistem nilai-nilai yang melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan proses yang memungkinkan seseorang menemukan sistem perilakunya sendiri melalui perasaan dan analisis yang dipilihnya dan muncul alternatif-alternatif, apakah pilihan–pilihan ini yang sudah dianalisis secara rasional atau merupakan hasil dari suatu kondisi sebelumnya (Steele&Harmon, 1983).
Klarifikasi nilai-nilai mempunyai manfaat yang sangat besar didalam aplikasi keperawatan. Ada tiga fase dalam klarifikasi nilai-nilai individu yang perlu dipahami oleh perawat.
a).Pilihan:
(1). Kebebasan memilih kepercayaan serta menghargai keunikan bagi setiap individu;
(2).Perbedaan dalam kenyataan hidup selalu ada perbedaan-perbedaan, asuhan yang diberikan bukan hanya karena martabat seseorang tetapi hendaknya perlakuan yang diberikan mempertimbangkan sebagaimana kita ingin diperlakukan.
(3).Keyakinan bahwa penghormatan terhadap martabat seseorang akan merupakan konsekuensi terbaik bagi semua masyarakat.
b).Penghargaan:
(1).Merasa bangga dan bahagia dengan pilihannya sendiri (anda akan merasa senang bila mengetahui bahwa asuhan yang anda berikan dihargai pasen atau klien serta sejawat) atau supervisor memberikan pujian atas keterampilan hubungan interpersonal yang dilakukan;
(2).Dapat mempertahankan nilai-nilai tersebut bila ada seseorang yang tidak bersedia memperhatikan martabat manusia sebagaimana mestinya.
c).Tindakan:
(1).Gabungkan nilai-nilai tersebut kedalam kehidupan atau pekerjaan sehari-hari;
(2).Upayakan selalu konsisten untuk menghargai martabat manusia dalam kehidupan pribadi dan profesional, sehingga timbul rasa sensitif atas tindakan yang dilakukan.


Semakin disadari nilai-nilai profesional maka semakin timbul nilai-nilai moral yang dilakukan serta selalu konsisten untuk mempertahankannya. Bila dibicarakan dengan sejawat atau pasen dan ternyata tidak sejalan, maka seseorang merasa terjadi sesuatu yang kontradiktif dengan prinsip-prinsip yang dianutnya yaitu; penghargaan terhadap martabat manusia yang tidak terakomodasi dan sangat mungkin kita tidak lagi merasa nyaman.
Oleh karena itu, klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana kita perlu meningkatkan serta konsisten bahwa keputusan yang diambil secara khusus dalam kehidupan ini untuk menghormati martabat manusia. Hal ini merupakan nilai-nilai positif yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari dan dalam masyarakat luas.
b. Norma Masyarakat
Norma adalah aturan-aturan atau pedoman social yang khusus mengenai tingkah laku, sikap, perbuatan yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan di lingkungan kehidupannya.
Budaya dan agama mempengaruhi prilaku seseorang tanpa pilihan Setiap individu dapat menerima keyakinan tersebut. Keyakinan adalah sesuatu yang diterima sebagai kebenaran melalui pertimbangan dan kemungkinan,tidak berdasarkan kenyataan. Tradisi rakyat atau keluarga merupakan keyakinan yang berjalan dari satu generasi ke generasi lain.


Norma masyarakat terbagi atas :
1).Norma Agama
Ialah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, laranganlarangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat. Contoh norma agama ini diantaranya ialah:
a). “Kamu dilarang membunuh”.
b). “Kamu dilarang mencuri”.
c). “Kamu harus patuh kepada orang tua”.
d) “Kamu harus beribadah”.
e). “Kamu jangan menipu”.
2).Norma Kesusilaan
Ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
a). “Kamu tidak boleh mencuri milik orang lain”.
b). “Kamu harus berlaku jujur”.
c). “Kamu harus berbuat baik terhadap sesama manusia”.
d). “Kamu dilarang membunuh sesama manusia”.
3).Norma Kesopanan :
Ialah norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.



Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat istiadat. Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian. Contoh norma ini diantaranya ialah :
a).“Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus dan lain-lain, terutama wanita yang tua, hamil atau membawa bayi”.
b).“Jangan makan sambil berbicara”.
c).“Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat” dan.
d).“Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”.
4).Norma Hukum :
Ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundangundangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama.
Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara. Contoh norma ini diantaranya ialah :
a).“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/nyawa orang lain, dihukum karena membunuh dengan hukuman setingi-tingginya 15 tahun”.
b).“Orang yang ingkar janji suatu perikatan yang telah diadakan, diwajibkan mengganti kerugian”, misalnya jual beli.

                                     B. Isu Etis Dalam Keperawatan
6. Eutanasia

Bahasa Yunani: ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan θάνατος, thanatos yang berarti kematian) adalah praktek pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Aturan hukum mengenai masalah ini sangat berbeda-beda di seluruh dunia dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya dan tersedianya perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, tindakan ini dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.

7.Aborsi
Cara menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah Abortus. Berarti pengeluaran hasil konsepsi ( pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
a. Dalam dunia kedokteran dikenal 3 jenis aborsi:
1).Aborsi spontan atau alamiah.
Berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
2).Aborsi buatan atau sengaja.
Adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi. Misalnya dengan bantuan obat aborsi.


3).Aborsi terapeutik atau medis.
Adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medic. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
b. Contoh-contoh Aborsi :
1).Pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan) untuk Masa 1 Bulan:
Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, aborsi dilakukan dengan cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak yang masih sangat lembut langsung terhisap dan hancur berantakan. Saat dikeluarkan, dapat dilihat cairan merah berupa gumpalan-gumpalan darah dari janin yang baru dibunuh tersebut.
2).Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan) untuk Masa 1-3 Bulan:
Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, bahu atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya diremukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan. Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan cara yang paling mengerikan.
3).Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 sampai 6 bulan) untuk Masa 3-6 Bulan:
Pada tahap ini bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas.Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam.Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit,karena jaringan sarafnya sudah terbentuk dengan baik.
Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan kedalam ketuban bayi. Cairan ini akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya dan akhirnya setelah menderita selama berjam-jam sampai satu hari bayi itu akhirnya meninggal..
Selama proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya berdetak keras. Aborsi bukan saja merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan secara amat keji. Setiap wanita harus sadar mengenai hal ini.
4).Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan ) untuk Masa 6-9 Bulan:
Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari jarinya juga sudah menjadi lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik. Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian dibunuh.
Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah, ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas hanya saja darah bayi itu yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini bahwa pembunuhan keji telah terjadi.
Semua proses ini seringkali tidak disadari oleh para wanita calon ibu yang melakukan aborsi. Mereka merasa bahwa aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar karena dibawah pengaruh obat bius..
Mereka bisa segera pulang tidak lama setelah aborsi dilakukan. Benar, bagi sang wanita , proses aborsi cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi, itu adalah proses yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi. Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang w anita yang kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan menggendong bayinya, telah menjadi algojo bagi anaknya sendiri.
c. Hukum-Hukum Aborsi
Pasal 15 ayat (1) dan (2) UndangUndang Keschatan Nomor 23 Tahun 1992. Ada beberapa hal yang dapat dicermati dari jenis aborsi ini yaitu bahwa temyata aborsi dapat dibenarkan sccara hukum apabila dilakukan dengan adanya pertimbangan medis. Dalam hal ini berarti dokter atau tenaga keseliatan mempunyai hak untuk melakukan aborsi dengan mcnggunakan pertimbangan Demi menyelamatkan ibu hamil atau janinnya.
Berdasarkan pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, tindakan medis (aborsi) sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim ahli.
Aborsi tersebut dapat dilakukan dengan persetujuan dari ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluargnya. Hal tersebut berarti bahwa apabila prosedur tersebut telah terpenuhi maka aborsi yang dilakukan bersifat legal atau dapat dibenarkan dan dilindungi secara hukum. Dengan kata lain vonis medis oleh tenaga kesehatan terhadap hak reproduksi perempuan bukan merupakan tindak pidana atau kejahatan.


Berbeda halnya dengan aborsi yang dilakukan tanpa adanya pertimbangan medis sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992, aborsi jenis ini disebut dengan aborsi provokatus kriminalis. Artinya bahwa tindakan aborsi seperti ini dikatakan tindakan ilegal atau tidak dapat dibenarkan secara hukum. Tindakan aborsi seperti ini dikatakan sebagai tindakan pidana atau kejahatan.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengkualifikasikan perbuatan aborsi tersebut sebagai kejahatan terhadap nyawa. Agar dapat membahas secara detail dan cermat mengenai aborsi provokatus kriminalis, kiranya perlu diketahui bagaimana konstruksi hukum yang berakitan dengan tindakan aborsi sebagai kejahatan yang ditentukan dalam KUHP. Pasal 346 : "Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun . (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.



Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.


Pasal 1 : d. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.
Pasal 1: e. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.
Pasal 1: f. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
Pasal 1: g. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat g mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas,maka IDI dalam seminar nasionalnya mencetuskan fakta tentang masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernafasan da jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Pasal 10. Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilaukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 11: 1 Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjukolehmentri kesehatan.
Ayet 2 Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
Pasal 12 Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tudak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi. Pasal 13 Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2(dua) orang saksi.
Pasal 14 Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia,dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.
Pasal 15 : 1 Senbelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup,calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya,termasuk dokter konsultan mengenai operasi,akibat-akibatya,dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Pasal 2. Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar ,bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut. Pasal 16. Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.
Pasal 17 Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18 Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari luar negeri. Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut: Pasal 33:1 Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan jaringan tubuh,transfuse darah ,imflan obat dan alat kesehatan,serta bedah plastic dan rekontruksi.
Pasal 2 Transplantasi organ dan jaringan serta transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan kemanusiaan yang dilarang untuk tujjuan komersial.
Pasal 34 :1 Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan disaran kesehatan tertentu. Pasal 2.Pengambilan organ dan jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3.Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

b).Aspek Etik Transplantasi
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi,berlandaskan dalam KODEKI,yaitu : Pasal 2. Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi. Pasal 10. Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 11. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981,pada hakekatnya telah mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atu jaringan tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.

Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh 2 orang doter yang tidak ada sangkt paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi,ini erat kaitannya dengan keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan.pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih objektif.

8. Devicies ( Alat-Alat)
Alat-alat yang biasanya digunakan meliputi :
a. Cusa (pisau pemotong yang menggunakan gelombang ultrasonografi),
b. Meja operasi,
c. Gunting ,
d. Pisau operasi,
e. Bedah,
f. Slang-slang pembiusan,
g. Drap (kain steril yang digunakan untuk menutup bagian tubuh yang tidak dioperasi),
h. Plastic steril berkantong yang fingsinya menampung darah yang meleleh dari tubuh pasien,
i. Retractor,
j. Penghangat darah dan cairan,
k. Lampu operasi.

D.Prinsip-prinsip Legal Dalam Praktek Keperawatan
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana nilai-nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.
1. Advokasi
Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasien. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat, dalam menemukan kepastian tentang dua sistem pendekatan etika yang dilakukan yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan asuhan.

Perawat atau yang memiliki komitmen tinggi dalam mempraktekkan keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat hal-hal sbb:
a. Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh komitmen utamanya terhadap pasen.
b. Berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya.
c. Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi dalam kesembuhan pasien.
Istilah advokasi sering digunakan dalam hukum yang berkaitan dengan upaya melindungi hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela diri. Arti advokasi menurut ANA (1985) adalah “melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun”.
Fry (1987) mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki penyebab atau dampak penting.
Definisi ini mirip dengan yang dinyatakan Gadow (1983) bahwa “advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu secara bebas menentukan nasibnya sendiri”. Posisi perawat yang mempunyai jam kerja 8 sampai 10 atau 12 jam memungkinkannya mempunyai banyak waktu untuk mengadakan hubungan baik dan mengetahui keunikan klien sebagai manusia holistik sehingga berposisi sebagai advokat klien (curtin, 1986). Pada dasarnya, peran perawat sebagai advokat klien adalah memberi informasi dan memberi bantuan kepada klien atas keputusan apa pun yang di buat kilen, memberi informasi berarti menyediakan informasi atau penjelasan sesuai yang dibutuhkan klien, memberi bantuan mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan peran nonaksi.
Dalam menjalankan peran aksi, perawat memberikan keyakinan kepada klien bahwa mereka mempunyai hak dan tanggung jawab dalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang lain, sedangkan peran nonaksi mengandungarti pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak memengaruhi keputusan klien (Khonke, 1982). Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai klien sebagai induvidu yangmemiliki berbagai karakteristik. Dalam hal ini, perawat memberikan perlindungan terhadap martabat dan nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit.
2. Responsibilitas
Resposibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat. Pada saat memberikan tempat.
3. Loyalitas
Loyalitas merupakan suatu konsep yang melewati simpati, peduli, dan hubungan timbal balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawat. Hubungan profesional dipertahankan dengan cara menyusun tujuan bersama, menepati janji, menentukan masalah dan prioritas, serta mengupayakan pencapaian kepuasan bersama (Jameton, 1984, Fry, 1991).
Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan dengan berbagai pihak yang harmonis, loyalitas harus dipertahankan oleh setiap perawat baik loyalitas kepada klien, teman sejawat, rumah sakit maupun profesi.

9.Malpraktek atau Neglected
Malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut.
1. kelalaian memakai tolak ukur yakni :
a. Cara Langsung
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah bertindak berdasarkan:
1). Adanya indikasi medis
2). Bertindak secara hati-hati dan teliti
3). Bekerja sesuai standar profesi
4). Sudah ada informed consent.
b. Cara Tidak Langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
1).Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai.
2).Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan.
3).Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.(gugatan pasien).
2. Upaya Pencegahan Malpraktek Dalam Pelayanan Kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.


3. Sanksi Hukum
a. Jika perbuatan malpraktik khususnya yang dilakukan oleh tenaga medis, terbukti dilakukan dengan unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa), maka adalah hal yang sangat pantas jika yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah an telah melakukan perbuatan melawan hukum yang bisa menghilangkan Jika perbuatan malpraktik khususnya yang dilakukan oleh tenaga medis, terbukti dilakukan dengan unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa), maka adalah hal yang sangat pantas jika yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalainyawa seseorang.
Prita terbukti dilakukan dengan unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa), maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang, serta tidak menutup kemungkinan juga dapat mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa ibu yang melakukan aborsi.
Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya menyebutkan, “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-Undang-Undang.


b. Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (1)‘Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidasna penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. (2)’Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap mereka yang terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan. ”Namun, apabila kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan atau hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian (pencabutan izin praktik) dapat dilakukan.
c. Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan aturan kode etik profesi praktik dokter. Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP perdata).


“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya”.
d. Melihat berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas dapat dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan. Tetapi, juga para tim medis akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya izin praktik. Dalam situasi seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum.
e. Apalagi, azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga negara untuk diperlakukan sama di depan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of innocence) sehingga jaminan kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik dengan tanpa memihak-mihak siapa pun. Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah melakukan malpraktik, apabila (1) Bahwa dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai. (2) Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). (3) Melanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

f. Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (Kodeki) sangatlah perlu ditingkatkan untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sering terjadi yang dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya advokat/pengacara, notaris, akuntan, dll.
Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode Etik. Dalam hal ini Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK). Jika ternyata terbukti melanggar kode etik maka dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia.
g. Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi juga dapat dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut. Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawabannya.
Baik secara pidana maupun perdata. Sudah saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab hukum profesinya.
A. Prinsip Etika Keperawatan
Pada saat menghadapi masalah yang menyangkut etika, perawat harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun dirinya.
Beberapa ahli menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari. Perawat sebenarnya telah menghadapi permasalahan etis, bahkan Thompson dan Thompson menyatakan semua keputusan yang dibuat dengan, atau tentang pasien mempunyai dimensi etis.
Setiap perawat harus dapat mendeterminasi dasar-dasar yang ia miliki dalam membuat keputusan misalnya agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang menyatakan hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan.
Beberapa orang membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari keputusannya, ada pula yang membuat keputusan berdasarkan pengalamannya. Dalam membuat keputusan etis, seseorang harus berpikir secara rasional,bukanemosional.

                                 B.Isu Etik Dalam Keperawatan
Manusia etik adalah manusia yang bertingkah laku baik karena ia selalu memilih, dia bertanggungjawab kepada kata hatinya menurut petunjuk kata hatinya, dia bertanggungjawab kepada siapapun yg berhak menuntut jawab dg sah atas perbuatannya satu-satunya pedoman bagi tingkah lakunya ialah, dia berkepribadian keyakinan bahwa apa yg dilakukan itu adalah baik, mempunyai integritas pribadi & tidak terombang ambing oleh berbudi luhur apapun dalam pendiriannya yang etik.


10.Transplantasi Organ
Pada dasarnya, apabila organ-organ tubuh dari seorang yang telah meninggal dunia, seperti ginjal, hati, kornea mata, dapat menolong menyelamatkan atau memperbaiki hidup seorang lainnya yang masih hidup, maka transplantasi yang demikian adalah baik secara moral dan bahkan patut dipuji. Patut dicatat bahwa donor wajib memberikan persetujuannya dengan bebas dan penuh kesadaran sebelum wafatnya, atau keluarga terdekat wajib melakukannya pada saat kematiannya: “Transplantasi organ tubuh tidak dapat diterima secara moral, kalau pemberi atau yang bertanggung jawab untuk dia tidak memberikan persetujuan dengan penuh kesadaran.

11.Malpraktek Dan Neglected
pelanggaran hukum atau kejahatan. Jika kelalaian itu tidak sampai Kelalaian dapat bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati – hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain tetapi akibat tindakan bukanlah tujuannya. Kelalaian bukan suatu membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimannya, namun jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan atau bahkan merenggut nyawa orang lain.

F. Informed Consent
“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.
Menurut D. Veronika Komalawati, SH , “informed consent” dirumuskan sebagai “suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.
Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsure sebagai berikut : Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.
Di Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed consent” melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988.
Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang “Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent”. Hal ini tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan “informed consent” karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan.
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk.
1. Bentuk-Bentuk Persetujuan
a. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent);
b. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien;
c. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.
2. Tujuan Pelaksanaan Informed Consent
Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien), maka pelaksanaan “informed consent”, bertujuan : Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau “over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya;
Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya.
Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :
1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia.
2. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
3. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
4. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter
5. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
6. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
7. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Pada prinsipnya iformed consent deberikan di setiap pengobatan oleh dokter. Akan tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat terasa dalam kasus-kasus sebagai berikut :
a. Dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi
b. Dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai teknologi baru yang sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya.
c. Dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan banyak efek samping, seperti terapi dengan sinar laser, dll.
d. Dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien
e. Dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga melakukan riset dan eksperimen dengan berobjekan pasien.
3. Aspek Hukum Informed Consent
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.
Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium “barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi”.
Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah “kesalahan berat” (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.


Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya;
Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa “informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.

Selasa, 11 Februari 2014

Makalah Caring, Holisme dan Humanisme

BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Sebagai  perawat atau ners materi yang sangat penting dan menentukan adalah memahami konsep caring, mampu menanamkan dalam hati, disirami, dipupuk untuk mampu memperlihatkan kemampuan soft skill sebagai perawat yaitu empati, bertanggung jawab dan tanggung gugat serta mampu belajar seumur hidup. Semua itu akan berhasil dicapai oleh perawat kalau  mereka mampu memahami apa itu caring. Saat ini, caring adalah isu besar dalam profesionalisme keperawatan. Mata ajaran ini mendeskripsikan tentang keperawatan dasar dimana perawat akan mendalami konsep sebagai dasar ilmu keperawatan. Diharapkan perawat mampu memahami tentang pentingnya perilaku caring sebagai dasar yang harus dikuasai oleh perawat atau ners. Humanisme adalah upaya mengimplementasikan sikap dan tindakan yang sesuai prinsip-prinsip penghargaan dan penghormatan nilai - nilai kemanusiaan yang meliputi segala aspek kehidupan.

B.   RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah konsep caring?
2.      Jelaskan definisi holisme menurut Erickson, Tomlin dan Swain?
3.      Jelaskan humanisme menurut teori Maslow, teori pembelajaran humanistik dan Rogers (person centered theory)?

C.  TUJUAN
1.      Menjelaskan konsep caring.
2.      Menjelaskan definisi holisme menurut Erickson, Tomlin dan Swain.
3.      Menjelaskan humanisme menurut teori Maslow, teori pembelajaran humanistik dan Rogers (person centered theory).

BAB II
PEMBAHASAN

A.   KONSEP CARING
1.      Pengertian Caring

Konsep caring :


a.           Focus
b.           Empatik 
c.           Altrustic (ketulusan hati)
Caring secara umum dapat diartikan suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi.
Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya kepada klien. Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara seseorang berpikir, berperasaan dan bersikap ketika berhubungan dengan orang lain.
Human care merupakan hal yang mendasar dalam teori caring. Menurut Pasquali dan Arnold (1989) serta Watson (1979), Human Care terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, menjaga atau mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan dan keberadaannya serta membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri.
Banyak ahli keperawatan yang mengungkapkan mengenai teori caring antara lain sebabai berikut :
a.       Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Care, bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh.
b.      Mayehoff memandang caring sebagai suatu proses yang berorientasi pada tujuan membantu orang lain bertumbuh dan mengaktualisasikan diri. Mayehoff juga memperkenalkan sifat -sifat caring seperti sabar, jujur dan rendah hati.
c.       Sobel mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain. Artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan - kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan. Caring sebagai suatu moral imperative (bentuk moral) sehingga perawat harus terdiri dari orang - orang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan pasien yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien sebagai seorang manusia, bukan malah melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas pendampingan perawatan. Caring juga sebagai suatu affect yang digambarkan sebagai suatu emosi, perasaan belas kasih atau empati terhadap pasien yang mendorong perawat untuk memberikan asuhan keperawatan bagi pasien. Dengan demikian, perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat supaya mereka bisa merawat pasien .
d.      Marriner dan Tomey (1994) menyatakan caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata - mata perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth  etall, 1999). Sikap caring diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Bersikap caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata - kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien dan bersikap caring sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper dan Burroughs, 1999).
Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring. Spirit caring harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam serta bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karena itu, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berbeda ketika memberikan asuhan kepada klien .
e.       Griffin (1983) membagi konsep caring kedalam dua domain utama yaitu sikap dan emosi perawat, sementara konsep caring yang lain terfokus pada aktivitas yang dilakukan perawat saat melaksanakan fungsi keperawatannya. Griffin menggambarkan caring dalam keperawatan sebagai sebuah proses interpersonal esensial yang mengharuskan perawat melakukan aktivitas peran spesifik dalam sebuah cara dengan menyampaikan ekspresi emosi - emosi tertentu kepada resepien. Aktivitas tersebut menurut Griffin meliputi membantu, menolong dan melayani orang yang mempunyai kebutuhan khusus. Proses ini dipengaruhi oleh hubungan antara perawat dengan pasien.
f.       Lydia Hall mengemukakan perpaduan tiga aspek dalam teorinya. Sebagai seorang perawat, kemampuan care, core dan cure harus dipadukan secara seimbang sehingga menghasilkan ASKEP yang optimal untuk klien. Care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu. Core merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri dari kemampuan terapeutik dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik.

Konsep caring menurut Watson
a.       Caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktikkan secara interpersonal.
b.      Caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien.
c.       Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga.
d.      Caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja namun juga mempengaruhi akan seperti apakah seseorang tersebut nantinya.
e.       Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri.
f.       Caring lebih kompleks dari pada curing. Praktik caring memadukan antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dan membantu klien yang sakit.
g.      Caring merupakan inti dari keperawatan (Julia,1995).
Watson (1988) dan George (1990) mendefenisikan caring lebih  dari sebuah Exisestensial Philosophy, ia memandang sebagai dasar spiritual, baginya caring adalah ideal moral dari keperawatan. Manusia akan eksistensi bila dimensi spritualnya meningkat ditunjukkan dengan penerimaan diri, tingkat kesadaran diri yang tinggi, kekuatan dari dalam diri dan intuitif. Caring sebagai esensi dari keperawatan berarti juga pertanggungjawaban hubungan antara perawat - klien, dimana perawat membantu memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kesehatan.
“Theory of Human Caring” (Watson), mempertegas jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh. Jean Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal dengan Human Caring Theory. Tolak ukur pandangan Watson ini didasari pada unsur teori kemanusiaan. Jean Watson, 1985 (dalam B. Talento, 1995) membagi kebutuhan dasar manusia dalam dua peringkat utama, yaitu kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah (lower order needs) dan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi (higher order needs).
Pemenuhan kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah tidak selalu membantu upaya kompleks manusia untuk mencapai aktualisasi diri. Tiap kebutuhan dipandang dalam konteksnya terhadap kebutuhan lain dan semuanya dianggap penting. Kebutuhan manusia yang saling berhubungan diantaranya kebutuhan dasar biofisikal (kebutuhan untuk hidup meliputi makanan dan cairan, eliminasi, ventilasi, psikofisikal. Kebutuhan fungsional meliputi aktivitas dan istirahat, seksualitas. Kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi) meliputi kebutuhan intrapersonal dan interpersonal (kebutuhan aktualisasi diri).
Berdasarkan kebutuhan tersebut, Jean Watson memahami bahwa manusia adalah makhluk sempurna yang memiliki berbagai macam ragam perbedaan, sehingga dalam upaya mencapai kesehatan, manusia seharusnya dalam keadaan sejahtera baik fisik, mental dan spiritual, karena sejahtera merupakan keharmonisan antara pikiran, badan dan jiwa sehingga untuk mencapai keadaan tersebut keperawatan harus berperan dalam meningkatkan status kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, mengobati berbagai penyakit serta penyembuhan kesehatan.
Watson juga menekankan dalam sikap caring ini harus tercermin sepuluh faktor karatif yang berasal dari perpaduan nilai - nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar. Faktor karatif membantu perawat untuk menghargai manusia dari dimensi pekerjaan perawat, kehidupan dan dari pengalaman nyata berinteraksi dengan orang lain sehingga tercapai kepuasan dalam melayani dan membantu klien.
2.      Grand Theory Menurut Jean Watson
a.      Carrative Factor
1)       Nilai - Nilai Kemanusiaan dan Altruistik (kasih sayang) (Humanistic - Altruistic System Value)
Humanistik adalah aspek yang diberikan berdasarkan nilai - nilai kemanusiaan dan pasien harus dapat mementingkan kepentingan pasien dari pada kepentingan diri sendiri. Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemampuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien.
2)       Keyakinan dan Harapan (Faith and Hope)
Dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan ASKEP yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan. Agar dapat muncul nilai -nilai kepedulian, alternatifnya adalah tindakan. Contohnya, memberi saran untuk minum obat herbal dengan meyakinkan si pasien akan cepat sembuh.
3)       Peka Kepada Diri Sendiri dan Orang Lain (Sensitivity to self and others)
Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni dan bersikap wajar pada orang lain.
4)       Membantu Menumbuhkan Kepercayaaan dan Membuat Hubungan dalam Perawatan Secara Manusiawi
Perawat memberikan informasi dengan jujur dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien. Sehingga karakter yang diperlukan dalam faktor ini antara lain adalah kongruen (harmonis, jujur, terbuka, apa adanya), empati (berusaha merasakan apa yang klien rasakan, tetapi tidak tenggelam situasi pada saat itu) dan kehangatan.
5)       Pengekspresian Perasaan Positif dan Negatif
Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien. (menggunakan pertanyaan apa?).
Contoh : apa yang kamu rasakan.
6)       Proses Pemecahan Masalah Perawatan Secara Kreatif (Creative problem solving caring process)
Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien. Memberikan berbagai cara kepada klien.

7)       Pembelajaran Secara Transpersonal (transpersonal teaching learning)
Memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien. Memberikan informasi kepada pasien yang kita punya.
8)       Dukungan, Perlindungan, Perbaikan Fisik, Mental, Sosial dan Spiritual
Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien.
9)       Bantuan Kepada Kebutuhan Manusia (Human needs assistance)
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.
10)   Eksistensi (keberadaan) Fenomena(peristiwa) Kekuatan Spiritual
Kejadian – kejadian menyangkut spiritual. Kadang – kadang seorang klien perlu dihadapkan pada pengalaman atau pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri (Julia, 1995).
Kesepuluh faktor karatif di atas perlu selalu dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum memahami orang lain (Nurahmah, 2006).
Dari 10 faktor karatif diatas, caring dalam keperawatan menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia lainnya (Watson,1985). Ini berkenaan dengan proses humanistis dalam menentukan kondisi terpenuhi tidaknya kebutuhan dasar manusia yang melakukan upaya pemenuhannya melalui berbagai bentuk intervensi bukan hanya berupa kemampuan teknis, tetapi disertai “warmth, kindness, compassion”.
Watson kemudian memperkenalkan Clinical Caritas Process” (CCP) untuk menempatkan faktor karatifnya, yang berasal dari bahasa Yunani cherish berarti memberi cinta dan perhatian khusus.  Jadi, CCP adalah suatu praktik perawatan dengan sepenuh hati, kesadaran dan cinta yang dianggapnya lebih cocok dengan ide - ide serta arah perkembangan teorinya (Watson,2004).
Clinical Caritas Processa terdiri dari :
1)      Menerapkan perilaku yang penuh kasih sayang, kebaikan dan ketenangan dalam konteks kesadaran terhadap caring.
2)      Hadir dengan sepenuhnya, mewujudkan, mempertahankan sistem kepercayaan yang dalam dan dunia kehidupan subjektif  dari dirinya serta orang dirawat.
3)      Memberikan perhatian terhadap praktik - praktik spiritual dan transpersonal diri orang lain, melebihi ego dirinya.
4)      Mengembangkan dan mempertahankan suatu hubungan caring sebenarnya yang saling bantu dan percaya.
5)      Hadir untuk menampung dan mendukung ekspresi perasaan positif dan negatif sebagai suatu hubungan dengan semangat dalam dari diri sendiri serta orang yang dirawat.
6)      Menggunakan diri sendiri dan semua cara yang diketahui secara kreatif sebagai bangian dari proses caring untuk terlibat dalam penerapan caring - healing yang artistic.
7)      Terlibat dalam pengalaman belajar mengajar sebenarnya yang mengakui keutuhan diri orang lain dan berusaha untuk memahami sudut pandang orang lain.
8)      Menciptakan lingkungan healing pada seluruh tingkatan, baik fisik maupun nonfisik, lingkungan yang kompleks dari energi dan kesadaran, memiliki keholistikan, keindahan, kenyamanan, martabat dan kedamaian.
9)      Membantu terpenuhinya kebutuhan dasar dengan kesadaran caring penuh, memberikan human care essentials, memunculkan penyesuaian jiwa, raga dan pikiran, keholistikan, kesatuan diri dalam seluruh aspek care dengan melibatkan jiwa dan keberadaan secara spiritual.
10)  Menelaah dan menghargai misteri spiritual, dimensi eksistensial dari kehidupan serta kematian seseorang, soul care bagi diri sendiri juga orang yang dirawat.
b.      Transpersonal Caring Relationship
Menurut Watson (1999), transpersonal caring relationship berkarakteristikkan hubungan khusus manusia tergantung pada moral perawat berkomitmen, melindungi dan meningkatkan martabat manusia seperti dirinya atau lebih tinggi dari dirinya. Perawat merawat dengan kesadaran yang dikomunikasikan untuk melestarikan dan menghargai spiritual. Oleh karena itu, tidak memperlakukan seseorang sebagai sebuah objek.
Perawat sadar bahwa mempunyai hubungan dan potensi untuk menyembuhkan. Hubungan ini menjelaskan bagaimana perawat telah melampaui penilain secara objektif, menunjukkan perhatian kepada subjektifitas seseorang dan lebih mendalami situasi kesehatan diri mereka sendiri. Kesadaran perawat menjadi perhatian penting untuk berkelanjutan dan pemahaman terhadap persepsi orang lain. Pendekatan ini melihat keunikan dari kedua belah pihak yaitu perawat - pasien dan hubungan saling menguntungkan antara dua individu menjadi dasar dari suatu hubungan. Oleh karena itu, yang merawat dan di rawat keduanya terhubung dalam mencari makna dan kesatuan serta mungkin mampu merasakan penderitaan pasien. Istilah transpersonal berarti pergi keluar dari diri sendiri dan memungkinkan untuk menggapai kedalaman spiritual dalam meningkatkan kenyamanan dan penyembuhan pasien. Pada akhirnya, tujuan dari transpersonal caring relationship adalah berkaitan dengan melindungi, meningkatkan, mempertahankan martabat, kemanusiaan, kesatuan dan keselarasan batin.
c.       Caring Occation Moment
Menurut Watson (1988, 1999), Caring Occation Moment adalah kesempatan mengenai tempat, waktu saat perawat dan orang lain datang pada saat human caring dilaksanakan serta dari keduanya dengan fenomena tempat unik mempunyai kesempatan secara bersama datang dalam moment interaksi human to human. Bagi Watson (1988, 1999), bidang luar biasa sesuai dengan kerangka refensi seseorang atau perasaan - perasaan yang dialami seseorang, sensasi tubuh, pikiran atau kepercayaan spiritual, tujuan - tujuan, harapan - harapan pertimbangan dari lingkungan, arti persepsi seseorang kesemuanya berdasar pada pengalaman hidup yang dialami seseorang sekarang atau masa yang akan datang. Watson (1999) menekankan bahwa perawat dalam hal ini sebagai care giver juga perlu memahami kesadaran dan kehadiranya dalam momen merawat dengan pasiennya. Lebih lanjut dari kedua belah pihak perawat maupun yang dirawat dapat dipengaruhi oleh perawatan dan tindakan yang dilakukan keduanya, dengan demikian akan menjadi bagian dari pengalaman hidupnya sendiri. Caring occation bisa menjadi transpersonal jika memungkinkan adanya semangat dari keduanya (perawat dan pasien) kemudian adanya kesempatan yang memungkinkan keterbukaan dan kemampuan - kemampuan untuk berkembang (Watson 1999, pp. 116 - 117).
3.      Paradigma Keperawatan Menurut Watson
a.       Keperawatan
Adalah penerapan art dan human science melalui transaksi transpersonal caring untuk membantu manusia mencapai keharmonisan pikiran, jiwa dan raga yang menimbulkan self knowlegde, self control, selfcare dan self healing.
b.      Klien
Adalah individu atau kelompok yang mengalami ketidakharmonisan pikiran, jiwa dan raga, membutuhkan bantuan terhadap pengambilan keputusan tentang kondisi sehat - sakitnya untuk meningkatkan harmonisasi, self control, pilihan serta self determination.
c.       Kesehatan
Adalah kesatuan dan keharmonisan di dalam pikiran, jiwa dan raga antara diri dengan orang lain serta antara diri dengan lingkungan.
d.      Lingkungan
Adalah dimana interaksi transpersonal caring terjadi antara klien dan perawat.
4.      Asumsi Dasar Science of Caring
Watson mengidentifikasi banyak asumsi dan beberapa prinsip dasar dari transpersonal caring. Watson meyakini bahwa jiwa seseorang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu.


Ada 7 asumsi tentang Science of Caring antara lain :
a.       Caring dapat didemonstrasikan dan dipraktikkan dengan efektif hanya secara interpersonal.
b.      Caring terdiri dari carative factors yang menghasilkan kepuasan terhadap kebutuhan manusia tertentu.
c.       Efektif caring meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan individu serta keluarga.
d.      Respon caring menerima seseorang tidak hanya sebagai dia saat ini, tetapi juga menerima akan jadi apa dia dikemudian.
e.       Lingkungan caring adalah sesuatu yang menawarkan perkembangan dari potensi yang ada dan disaat bersamaan membiarkan seseorang untuk memilih tindakan terbaik bagi dirinya saat itu.
f.       Caring lebih healthogenic daripada curing.
g.      Praktik caring merupakan sentral bagi keperawatan.
5.      Proses Keperawatan dalam Teori Caring
Watson (1979) menekankan bahwa proses keperawatan memiliki langkah - langkah sama dengan proses riset ilmiah, karena kedua proses tersebut mencoba untuk menyelesaikan masalah dan menemukan solusi yang terbaik. Lebih lanjut Watson menggambarkan kedua proses tersebut sebagai berikut (tulisan yang dimiringkan menandakan proses riset yang terdapat dalam proses keperawatan):
a.       Pengkajian
Meliputi observasi, identifikas dan review masalah menggunakan pengetahuan dari literature yang dapat diterapkan melibatkan pengetahuan konseptual untuk pembentukan dan konseptualisasi kerangka kerja yang digunakan untuk memandang dan mengkaji masalah. (Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979 - 2697, Vol. 1 No.3, September 2008:147-150). Pengkajian juga meliputi pendefinisian variabel yang akan diteliti dalam memecahkan masalah.
Watson (1979) dalam Julia (1995) menjelaskan kebutuhan yang harus dikaji oleh perawat yaitu :
1)      Lower order needs (biophysical needs) yaitu kebutuhan untuk tetap hidup meliputi kebutuhan nutrisi, cairan, eliminasi dan oksigenisasi.
2)      Lower order needs (psychophysical needs) yaitu kebutuhan untuk berfungsi, meliputi kebutuhan aktifitas, aman, nyaman dan seksualitas.
3)      Higher order needs (psychosocial needs) yaitu kebutuhan integritas yang meliputi kebutuhan akan penghargaan dan berafiliasi.
4)     Higher order needs (intrapersonali needs) yaitu kebutuhan untuk aktualisasi diri.
b.      Perencanaan
Perencanaan membantu untuk menentukan bagaimana variable -variabel akan diteliti atau diukur, meliputi suatu pendekatan konseptual atau design untuk memecahan masalah mengacu pada ASKEP serta meliputi penentuan data apa yang akan dikumpulkan dan pada siapa serta bagaimana data akan dikumpulkan.
c.       Implementasi
Merupakan tindakan langsung dan implementasi dari rencana serta meliputi pengumpulan data.
d.      Evaluasi
Merupakan metode dan proses untuk menganalisa data juga untuk meneliti efek dari intervensi berdasarkan data serta meliputi interpretasi hasil, tingkat dimana suatu tujuan yang positif tercapai dan apakah hasil tersebut dapat digeneralisasikan.
Jadi, teori caring menurut Watson dapat disimpulkan bahwa adanya keseimbangan antara aspek jasmani dan spiritual dalam asuhan keperawatan. (Sujana, 2008).
Lima C dari Caring (Roach (1984) :
a.       Compassion (Kasih sayang).
b.      Competence (Kompetensi).
c.      Conscience (Kesadaran).
d.     Confidence (Kepercayaan).
e.      Commitment (Komitmen).


Dalam mewujudkan ASKEP bermutu diperlukan beberapa komponen yang harus dilaksanakan oleh tim keperawatan yaitu :
a.       Terlihat sikap caring ketika harus memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
b.      Adanya hubungan perawat - klien yang terapeutik.
c.       Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain.
d.      Kemampun dalam memenuhi kebutuhan klien.
e.       Kegiatan jaminan mutu (quality assurance).
6.      Sikap Caring
ASKEP bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata - kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien dan bersikap caring sebagai media pemberi asuhan.
7.      Spirit Caring
Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring. Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spirit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika memberikan asuhan kepada klien.
Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999). Sikap ini diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Perilaku caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Diyakini, bersikap caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan.


8.      Karakteristik Caring
Menurut Wolf dan Barnum (1998) :
a.       Mendengar dengan perhatian.
b.      Memberi rasa nyaman.
c.       Berkata jujur.
d.      Memiliki kesabaran.
e.       Bertanggung jawab.
f.       Memberi informasi.
g.      Memberi sentuhan.
h.      Memajukan sensitifitas.
i.        Menunjukan rasa hormat pada klien.
j.        Memanggil klien dengan namanya.
Menurut Meyer (1971) komponen utama caring adalah :
a.       Pengetahuan.
b.      Kesabaran.
c.       Kejujuran.
d.      Kepercayaan.
e.       Kerendahan Hati.
f.       Harapan.
g.      Keberanian.

Madeleine Leinigner (1991) menyatakan bahwa perawatan manusia adalah intisar keperawatan dan nyata, dimensi pusat dan koheren yang pada akhirnya menjadi fokus utama kita. Merawat, menembus dan memelihara jaringan hidup keperawatan. Perawat makin menjadi penulis kreatif bagi hidupnya sendiri, sebuah kehidupan yang tinggal dalam hubungan dan penghubung serta saling menghubungkan dengan orang lain. Caring adalah cara keperawatan. Hal ini bagaimana pun perlu dijabarkan untuk mendapatkan kejelasan. Pelajar keperawatan perlu menggali secara dalam untuk menemukan nilai yang tersimpan, arti pribadi dari keperawatan yang akan berlanjut menjadi pemeliharaan hubungan pendekatan dalam dengan orang lain. Itulah keperawatan, komitmen merawat itu harus membuat kontribusi pokok yang jelas dari perawat untuk memberikan perawatan kesehatan pada individu, keluarga dan komunitas pada saat ini dan masa yang akan datang. (Basford, 2006)
           Care sebagai sebuah ide moral
Care adalah semangat, tindakan penting dari inti keperawatan, kekuatan yang menyatakan, proses dinamik dan intisari struktural. Care adalah nilai, caring adalah sebuah kebaikan. Mayerhoff (1971) memberikan informasi yang berhubungan dengan nilai care. Dalam konteks kehidupan manusia, caring sebagai salah satu cara mengatur nilai - nilainya yang lain dan aktivitas sekitarnya. Bila pengaturan ini komprehensif, karena keterlibatan caringnya terdapat stabilitas dasar dalam kehidupannya. Dengan melayani caring, seseorang manusia hidup dalam kehidupan sendiri yang berarti.
Carper (1979), caring sebagai nilai profesional dan nilai pribadi adalah pusat penting dalam memberikan standar normatif yang mengatur tindakan serta sikap kita untuk care kepada siapa. Dalam suatu dunia ketika ada kesepakatan yang besar tentang kesendirian, nyeri, penderitaan, kesakitan dan tragedi ketika itu pula kebutuhan care menjadi penting.

Kita harus secara serius bercermin pada apa yang kita inginkan dan apa yang kita cari.
Berdasarkan Greene (1990) caring adalah dasar keberadaan etik. Ia menyatakan bahwa praktik yang digambarkan dalam pelayanan manusia harus dimulai dari kesadaran terhadap situasi, khususnya perasaan dan kepedulia. Harapannya adalah bahwa makin dan makin banyak praktisi akan berespons terhadap pentingnya caring imperatif dan berpikir apa artinya memilih diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan kebutuhannya.

Olsen (1993) “baik caring dan keadilan berbicara tentang rasa moral kebaikan kita”. Mungkin saja tidak ada kebaikan yang tidak dapat mensintesis kedua konsep tersebut, memahami dan menghormati orang lain adalah penting dalam tugas ini. Ini mengikuti bahwa faktor yang lebih luas atau dasar seorang menggunakan care terhadap orang lain, orang lain akan lebih care.

           Membangun pribadi Caring
Untuk membangun pribadi caring, perawat dituntut memiliki pengetahuan tentang manusia, aspek tumbuh kembang, respon terhadap lingkungan yang terus berubah, keterbatasan dan kekuatan serta kebutuhan -kebutuhan manusia. Bukan berarti kalau pengetahuan perawat tentang caring meningkat akan menyokong perubahan perilaku perawat.

Caring dalam ASKEP merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien.
Menurut Gibson (1987), secara teoritik ada tiga kelokmpok variabel yang mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan diantaranya :
a.       Variabel individu meliputi, kemampuan, ketrampilan, latar belakang dan demografi
b.      Variabel psikologis meliputi, persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
c.       Variabel organisasi meliputi, kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain pekerjaan.
Dengan demikian membangun pribadi caring perawat harus menggunakan tiga pendekatan. Pendekatan individu melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caring. Pendekatan organisasi dapat dilakukan melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang terkait dengan kepuasan kerja perawat dan serta adanya effektive leadership dalam keperawatan. Peran organisasi (rumah sakit) adalah menciptakan iklim kerja yang kondusif dalam keperawatan melalui kepemmpinan yang efektif, perencanaan jenjang karir perawat yang terstruktur, pengembangan sistem remunerasi yang seimbang dan berbagai bentuk pencapaian kepuasan kerja perawat. Oleh karena itu, semua dapat berdampak pada meningkatnya motivasi dan kinerja perawat dalam caring.
Akan tetapi tidak mudah merubah perilaku seseorang dalam waktu yang singkat. Bukan pekerjaan mudah untuk merubah perilaku seseorang, yang terbaik adalah membentuk caring perawat sejak dini, yaitu sejak berada dalam pendidikan. Artinya, peran pendidikan dalam membangun caring perawat sangat penting. Dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawatan harus selalu memasukkan unsur caring dalam setiap mata kuliah. Penekanan pada humansitik, kepedulian dan kepercayaan, komitmen membantu orang lain dan berbagai unsur caring yang lain harus ada dalam pendidikan perawatan. Andaikata pada saat rekruitmen sudah ada sistem yang bisa menemukan bagaimana sikap caring calon mahasiswa keperawatan itu akan membuat perbedaan yang mendasar antara perawat sekarang dan yang akan datang dalam perilaku caringnya.
Leininger (1991) mengemukakan teori Culture Care Diversity and Universality, beberapa konsep yang didefinisikan antara lain :
a.       Kultural berkenaan dengan pembelajaran dan berbagi sistem nilai, kepercayaan, norma dan gaya hidup antar kelompok yang dapat mempengaruhi cara berpikir, mengambil keputusan dan bertindak dalam pola - pola tertentu.
b.      Keanekaragaman kultural dalam caring menunjukkan adanya variasi dan perbedaan dalam arti, pola, nilai, cara hidup atau simbol care antara sekelompok orang yang berhubungan, mendukung atau perbedaan dalam mengekspresikan human care.
c.       Cultural care didefinisikan sebagai subjektivitas dan objektivitas dalam pembelajaran, pertukaran nilai, kepercayaan, pola hidup yang mendukung, memfasilitasi individu atau kelompok dalam upaya mempertahankan kesehatan, meningkatkan kondisi sejahtera, mencegah penyakit dan meminimalkan kesakitan.
d.      Dimensi struktur sosial dan budaya terdiri dari keyakinan atau agama, aspek sosial, politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, budaya, sejarah dan bagaimana faktor - faktor tersebut mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda.
e.       Care sebagai kata benda diartikan sebagai fenomena abstrak dan konkrit yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan atau perilaku lain yang berkaitan untuk orang lain dalam meningkatkan kondisi kehidupannya.
f.       Care sebagai kata kerja diartikan sebagai suatu tindakan dan kegiatan untuk membimbing, mendukung dan ada untuk orang lain guna meningkatkan kondisi kehidupan atau dalam menghadapi kematian.
g.      Caring dalam profesionalisme perawat diartikan sebagai pendidikan kognitif dan formal mengenai pengetahuan care serta keterampilan dan keahlian untuk mendampingi, mendukung, membimbing, dan memfasilitasi individu secara langsung dalam rangka meningkatkan kondisi kehidupannya, mengatasi ketidakmampuan atau kecacatan atau dalam bekerja dengan klien (Julia, 1995, Madeline,1991).
Menurut Boykin dan Schoenhofer, pandangan seseorang terhadap caring dipengaruhi oleh dua hal yaitu persepsi tentang caring dan konsep perawat sebagai disiplin ilmu dan profesi. Kemampuan caring tumbuh di sepanjang hidup individu, namun tidak semua perilaku manusia mencerminkan caring (Julia, 1995). Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adalah hubungan perawat - klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada bentuk interaksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.


B.   HOLISME
Holistik adalah memandang manusia secara seutuhnya secara psikologis dan spiritual.
Holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkahlaku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian atau komponen berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur terpisah tetapi bagian dari satu kesatuan dan apa yang terjadi dibagian satu akan mempengaruhi bagian lain. Hukum inilah yang semestinya ditemukan agar dapat dipahami berfungsinya setiap komponen.
Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting adalah :
1.      Kepribadian normal ditandai oleh unitas, integrasi, konsistensi dan koherensi (unity, integration, consistency, dan coherence). Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasi berarti patologik.
2.      Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi. Keseluruhan berfungsi menurut hukum-hukum yang tidak terdapat dalam bagian-bagian.
3.      Organisme memiliki satu dorongan yang berkuasa, yakni aktualisasi diri (self actualization). Orang berjuang tanpa henti (continuous) untuk merealisasikan potensi inheren yang dimilikinya pada ranah maupun terbuka baginya.
4.      Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi organisme, jika terkuak di lingkungan yang tepat, akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
5.      Penelitian komprehensif terhadap satu orang lebih berguna daripada penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolir.
1.      Holisme Menurut Erikson

2.      Holisme Menurut Tomlin

3.      Holisme Menurut Swain


C.   HUMANISME 
Pengertian Humanisme
Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal - hal yang positif. Kemampuan positif ini disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik beraliran humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang positif. Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi merupakan karateristik sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
Ciri - Ciri Teori Humanisme
Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik - baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing - masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia unik dan membantu dalam mewujudkan potensi - potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar - mengajar, sehingga siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar. Dengan demikian, siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu meliputi bagian atau domain diantaranya domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka dan nilai - nilai yang dimiliki oleh setiap individu.
1.    Teori maslow
Asumsi dan Prinsip Dasar Teori Humanisme
Ahli - ahli teori humanistik menunjukkan bahwa tingkah laku  individu pada mulanya ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya serta individu bukanlah satu - satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang dikatakan oleh ahli teori tingkah laku, melainkan langsung dari dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri (self - actualization) atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai manusia.
Abraham Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua hal yaitu:
a.       Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
b.      Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan psikologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Maslow berfokus pada individu secara keseluruhan, bukan hanya satu aspek individu, dan menekankan kesehatan daripada sekedar penyakit dan masalah. Teori yang terkenal dari Maslow yang merupakan salah satu tokoh humanistik adalah teori tentang Hirarki Kebutuhan.
Adapun hirarki kebutuhan tersebut sebagai berikut:
a.       Kebutuhan fisiologis atau dasar, seperti, makan, minum, menghirup udara dan sebagainya.Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit dan seks. Jika terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi, maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
b.      Kebutuhan akan rasa aman, seperti keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut.
c.       Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.
d.      Kebutuhan untuk dihargai terdapat dua jenis, yaitu lower one (status, atensi, reputasi) dan higher one (kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, kebebasan). Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
e.       Kebutuhan untuk aktualisasi diri, menunjukkan karya kita pada orang lain. Berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri. Kepribadian bisa mencapai peringkat teratas ketika kebutuhan - kebutuhan primer ini banyak mengalami interaksi satu dengan yang lain, dan dengan aktualisasi diri seseorang akan bisa memanfaatkan faktor potensialnya secara sempurna.
f.       Spiritual
Kedudukan Pengasuhan dalam Teori Humanisme
Dalam pendekatan humanistik, orang tua diajarkan untuk mencerminkan perasaan anak - anak mereka dan membantunyatumbuh dalam kesadaran diri dan pemahaman serta memfasilitasi kematangan psikologis. Abraham Maslow melengkapi pemikiran tersebut dengan teori motivasi. Menurutnya, potensi -potensi unik seorang anak akan muncul apabila diberi motivasi dengan cara penyampaian wawasan, contoh orang tua, pergaulan dengan teman lain, maupun pengalaman langsung.
Dalam praktik pengasuhan, orang tua dianggap sebagai fasilitator yaitu menyediakan lingkungan dan sarana belajar anak untuk mengembangkan potensinya. Semakin dipenuhinya fasilitas yang dibutuhkan anak, akan semakin berkembang potensi - potensi yang dimiliki seorang anak. Selain itu, orang tua harus berperan sebagai motivator. Peran ini dilakukan dengan memberikan dorongan dan dukungan bagi berbagai hal yang menjadi minat seorang anak. Apabila anak melakukan kekeliruan tidak disalahkan atau disudutkan, tetapi diberi berikan bimbingan dengan kalimat - kalimat yang membangkitkan semangat. Sehingga anak terpacu untuk melakukan tugasnya dan semakin tinggi tingkat pengaktualisasiannya.
2.      Teori Pembelajaran Humanistik
Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan - batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dalam pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”. Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan, bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan - pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Dalam artikel “Some Educational Implications of the Humanistic Psychologist”, Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan Behavioristik. Menurutnya yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada ketidaknormalan atau sakit seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah sakit tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal - hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya keterampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari - hari. Selain menitikberatkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia.
Melihat hal - hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi, emosi adalah karakterisitik sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikan salah satu  potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motovasi dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat, bahwa manusia mempunyai keinginan alami berkembang untuk lebih baik dan belajar. Jadi, sekolah harus berhati - hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.
Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik - baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing - masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi - potensi yang ada dalam diri mereka.
Prinsip - Prinsip Belajar Humanistik :
a.       Manusia mempunyai belajar alami.
b.      Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud tertentu.
c.       Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
d.      Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.
e.       Bila ancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
f.       Belajar yang bermakna  diperolaeh jika siswa melakukannya.
g.      Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.
h.      Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
i.        Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
j.        Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
3.      Rogers (Person Centered Theory)
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non – directive, klien (client-centered), murid (student-centered), kelompok (group centered) dan (person to person). Namun, istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.
Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih penuh harapan dan optimis tentang manusia, karena manusia mempunyai potensi -potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada umumnya, dimana humanisme adalah doktrin, sikap dan cara hidup yang menempatkan nilai - nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan, harga diri serta kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud tertentu.
Asumsi Dasar Teori Rogers
a.       Kecenderungan formatif, segala hal di dunia baik organik maupun non - organik tersusun dari hal - hal yang lebih kecil.
b.      Kecenderungan aktualisasi, kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya yaitu :
a.       Organisme
1)        Mahkluk Hidup
Organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri serta dunia eksternal.
2)      Realitas Subyektif
Organisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
3)      Holisme
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan serta mengembangkan diri.
b.      Medan Fenomena
Adalah keseluruhan pengalaman baik yang internal atau eksternal dan disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
c.       Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan -potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya  begitu bayi mulai belajar apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga, kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh akan kesadaran dan ketidaksadaran psikis serta kognitif.
Diri dibagi atas 2 subsistem antara lain :
1)      Konsep diri yaitu penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individual (meski tidak selalu akurat).
2)      Diri ideal yaitu cita - cita seseorang akan diri.
Menurut Carl Rogers Hal - Hal yang Mempengaruhi self Yaitu :
a.       Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada 3 tingkat kesadaran.
1)      Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
2)      Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh struktur diri.
3)      Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.
b.      Kebutuhan
1)      Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara dan keamanan, sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis serta menolak untuk berkembang.
2)      Peningkatan Diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk belajar dan berubah.
3)      Penghargaan Positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai atau diterima oleh orang lain.
4)      Penghargaan diri yang positif (positive self - regard)
Berkembangannya kebutuhan self regard sebagai hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self - regard.
c.       Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
1)      Ada ketidakseimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri organis.
2)      Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain, namun juga untuk dirinya.
3)      Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan memuncak menjadi ancaman.
Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman adalah  penyangkalan serta distorsi terhadap pengalaman yang tidak konsisten. Distorsi adalah salah interpretasi pengalaman dengan konsep diri, sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri supaya berimbang.
Cara pertahanan adalah karakteristik untuk orang normal dan neurotik. Jika seseorang gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut, maka individu akan menjadi tidak terkendali atau psikotik. Individu dipaksakan untuk menerima keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya terus - menerus dan akhirnya konsep dirinya menjadi hancur. Perilaku tidak terkendali ini dapat muncul mendadak atau dapat pula muncul bertahap.
Dinamika Kepribadian
a.       Penerimaan Positif (Positive Regard)
Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif  kepada orang lain.
b.      Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence)
Organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik ) dari persepsi diri dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
c.       Aktualisasi Diri (Self Actualization)
Freud memandang organisme sebagai sistem energi dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer serta disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).
Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua orang mendorongnya untuk semakin kompleks, ekspansi, sosial, otonom dan secara keseluruhan semakin menuju aktualisasi diri atau menjadi Pribadi yang berfungsi utuh (Fully Functioning Person).
Ada lima ciri kepribadian yang berfungsi sepenuhnya yaitu :
a.       Terbuka untuk mengalami (openess to experience)
Orang yang terbuka untuk mengalami mampu mendengar dirinya sendiri, merasakan mendalam, baik emosional maupun kognitif tanpa merasa terancam. Mendengar orang membual menimbulkan rasa muak tanpa harus diikuti perbuatan untuk melampiaskan rasa muak tersebut.
b.      Hidup menjadi (Existential living).
Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin pada seiap eksistensi. Disini orang menjadi fleksibel, adaptable, toleran dan spontan.
c.       Keyakinan Organismik (Organismic trusting)
Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan apa yang dirasanya benar sebagai bukti kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkah laku. Orang mampu memakai perasaan yang terdalam sebagai sumber utama membuat keputusan.
d.      Pengalaman kebebasan ( Experiental Freedom)
Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diinginkan sendiri tanpa perasan tertekan atau terhambat. Orang itu melihat banyak pilihan hidup dan merasa mampu mengerjakan apa yang ingin dikerjakannya.
e.       Kreatifitas (Creativity)
Merupakan kemasakan psikologik yang optimal. Orang dengan good life kemungkinan besar memunculkan produk kreatif dan hidup kreatif.
Terapi yang Diberikan
Seperti disebutkan di atas, bahwa Rogers menolak psikoanalisis Freud dan behavioris dalam teorinya, sehingga terapi yang digunakannya juga berbeda. Rogers tidak mempermasalahkan bagaimana klien menjadi seperti ini, namun lebih menekankan bagaimana klien akan berubah. Terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan adalah klien itu sendiri. Itulah sebabnya teori Rogers disebut sebagai Person - Centered Theory.
a.       Teori Rogers disebut humanis karena teori ini percaya bahwa setiap individu adalah positif serta menolak teori Freud dan behaviorisme.
b.      Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi.
c.       Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri dari 2 subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal.
d.      Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (a) pemeliharaan, (b) peningkatan diri, (c) penghargaan positif (positive regard) dan (d) Penghargaan diri yang positif (positive self - regard).
e.       Stagnasi psikis terjadi bila terjadi karena pengalaman dan konsep diri yang tidak konsisten dan untuk menghindarinya adalah pertahanan distorsi dan penyangkalan. Jika gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut konsep diri akan hancur dan menyebabkan psikotik.
f.       Dalam terapi, terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan adalah klien itu sendiri.
a.       Realitas di Dalam Fasilitator Belajar
Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri, sehingga ia dapat masuk kedalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup -tutupi.
b.      Penghargaan, Penerimaan dan Kepercayaan
Menghargai pendapat, perasaan dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya.
c.       Pengertian yang Empati
Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari sudut murid dan bukan guru.
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke  dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri dan adanya efek yang membekas pada siswa.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu :
a.       Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal - hal yang tidak ada artinya.
b.      Siswa akan mempelajari hal - hal yang bermakna bagi dirinya.
c.       Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
d.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.
           Ciri - ciri guru yang fasilitatif adalah :
a.       Merespon perasaan siswa.
b.      Menggunakan ide - ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang.
c.       Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.
d.      Menghargai siswa.
e.       Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.
f.       Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa).
g.      Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa dan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa, matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem berkaitan dengan disiplin, mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, siswa menjadi lebih spontan serta menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.


Implikasi Teori Belajar Humanistik
Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.  Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator :
a.       Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok atau pengalaman kelas.
b.      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan - tujuan perorangan di dalam kelas serta kelompok yang bersifat umum.
c.       Dia mempercayai adanya keinginan dari masing - masing siswa untuk melaksanakan tujuan - tujuan bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong yang tersembunyi.
d.      Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber - sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e.       Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f.       Di dalam menanggapi ungkapan - ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap - sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
g.      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur - angsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu seperti siswa yang lain.
h.      Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
i.        Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan - ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
j.        Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan - keterbatasannya sendiri.
Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran mewarnai metode - metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa, sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
a.       Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
b.      Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.
c.       Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
d.      Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
e.       Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
f.       Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g.      Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
h.      Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi - materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku serta sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak - hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
Ciri - Ciri Guru yang Baik dan Kurang Baik Menurut Humanistik
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan  pada perubahan.
Sedangkan guru  yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak agak otoriter dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.



BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Caring secara umum dapat diartikan suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Care, bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan serta melindungi pasien sebagai manusia dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh.
Konsep caring menurut Watson
1.      Caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktikkan secara interpersonal.
2.      Caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien.
3.      Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga.
4.      Caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja, namun juga mempengaruhi akan seperti apakah seseorang tersebut nantinya.
5.      Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri.
6.      Caring lebih kompleks daripada curing. Praktik caring memadukan antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dan membantu klien yang sakit.
7.      Caring merupakan inti dari keperawatan (Julia,1995).
Grand Teori Watson
 
1.      Carrative Factor
Elemen - elemen yang terdapat dalam carative factor adalah :
a.       Nilai - nilai kemanusiaan dan altruistik (Humanistic - Altruistic System Value).
b.      Keyakinan dan harapan (Faith and Hope).
c.       Peka kepada diri sendiri dan orang lain (Sensitivity to Self and Others).
d.      Membantu menumbuhkan kepercayaaan, membuat hubungan dalam perawatan secara manusiawi.
e.       Pengekspresian perasaan positif dan negatif.
f.       Proses pemecahan masalah perawatan secara kreatif (Creative Problem Solving Caring Process).
g.      Pembelajaran secara transpersonal (Transpersonal Teaching Learning).
h.      Dukungan, perlindungan, perbaikan fisik, mental, sosial dan spiritual.
i.        Bantuan kepada kebutuhan manusia (Human Needs Assistance).
j.        Eksistensi fenomena kekuatan spiritual.
2.      Transpersonal Caring Relationship
Menurut Watson (1999), transpersonal caring relationship berkarakteristikkan hubungan khusus manusia yang tergantung pada moral perawat yang berkomitmen, melindungi dan meningkatkan martabat manusia seperti dirinya atau lebih tingggi dari dirinya. Istilah transpersonal berarti pergi keluar dari diri sendiri dan memungkinkan untuk menggapai kedalaman spiritual dalam meningkatkan kenyamanan serta penyembuhan pasien. Pada akhirnya, tujuan dari transpersonal caring relationship adalah berkaitan dengan melindungi, meningkatkan, mempertahankan martabat, kemanusiaan, kesatuan dan keselarasan batin.
3.      Caring Occation Moment
Menurut Watson (1988,1999), Caring Occation Moment adalah kesempatan (mengenai tempat dan waktu) pada saat perawat dan orang lain datang pada saat human caring dilaksanakan serta dari keduanya dengan fenomena tempat yang unik mempunyai kesempatan secara bersama datang dalam moment interaksi human to human.
Lima C” dalam  Caring (Roach, 1984) 
1.      Compassion (Kasih sayang).
2.      Competence (Kompetensi).
3.      Conscience (Kesadaran).
4.      Confidence (Kepercayaan).
5.      Commitment (Komitmen).


Sikap Caring
1.      Keahlian.
2.      Kata - kata yang lemah lembut.
3.      Sentuhan.
4.      Memberikan harapan.
5.      Selalu berada disamping klien.
6.      Bersikap caring sebagai media pemberi asuhan.
Karakteristik Caring (Wolf dan Barnum, 1998)
1.      Mendengar dengan perhatian.
2.      Memberi rasa nyaman.
3.      Berkata Jujur.
4.      Memiliki kesabaran.
5.      Bertanggung jawab.
6.      Memberi informasi.
7.      Memberi sentuhan.
8.      Memajukan sensitifitas.
9.      Menunjukan rasa hormat pada klien.
10.  Memanggil klien dengan namanya.
Komponen Utama Caring (Meyer, 1971)
1.      Pengetahuan.
2.      Kesabaran.
3.      Kejujuran.
4.      Kepercayaan.
5.      Kerendahan Hati.
6.      Harapan.
7.      Keberanian.
Humanisme adalah upaya mengimplementa sikan sikap, tindakan yang sesuai prinsip - prinsip penghargaan dan penghormatan nilai - nilai kemanusiaan meliputi segala aspek kehidupan. Karena dalam relung manusia ada nafsu saling memakan sesama (homo homini lupus), maka dalam konteks ini harus ada upaya mengembangkan cita-cita kemanusiaan sebagai sebuah hidup bersama.
Tujuan landasan kemanusiaan (Humanisme) antara lain :
1.      Membentuk paradigma dan orientasi kehidupan.
2.      Mencintai manusia secara transcendental.
3.      Mencari jalan tengah (kompromi).
4.      Membangun kesadaran beragama secara inklusif dan toleran.
5.      Membangun kesadaran atas harkat, martabat dan kemampuan manusia.
6.      Membangun idealitas hak dan kewajiban manusia.
Teori Maslow
Asumsi dan Prinsip Dasar
Abraham Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua hal:
1.      Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
2.      Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Hirarki Kebutuhan Menurut Maslow
1.      Kebutuhan fisiologis atau dasar.
2.      Kebutuhan akan rasa aman.
3.      Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi.
4.      Kebutuhan untuk dihargai.
5.      Kebutuhan untuk aktualisasi diri.


Prinsip - Prinsip Belajar Humanistik 
1.      Manusia mempunyai belajar alami.
2.      Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu.
3.      Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4.      Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.
5.      Bila ancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
6.      Belajar yang bermakna  diperolaeh jika siswa melakukannya.
7.      Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.
8.      Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
9.      Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
10.  Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Asumsi Dasar Teori Rogers
1.      Kecenderungan formatif.
2.      Kecenderungan aktualisasi.


Struktur Kepribadian
1.      Organisme.
2.      Medan Fenomena.
3.      Diri.
Stagnasi psikis terjadi bila terjadi karena pengalaman dan konsep diri yang tidak konsisten dan untuk menghindarinya adalah pertahanan (1) distorsi dan (2) penyangkalan. Jika gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut konsep diri akan hancur dan menyebabkan psikotik.
Dinamika Kepribadian
1.      Penerimaan positif
2.      Konsistensi dan salingsuai.
3.      Aktualisasi diri.
Ada Lima Ciri Kepribadian yang Berfungsi Sepenuhnya
1.      Terbuka untuk mengalami.
2.      Hidup menjadi.
3.      Keyakinan organismik.
4.      Pengalaman kebebasan.
5.      Kreatifitas.
Aplikasi Teori Humanistik Carl Roger dalam Pendidikan
Teori Roger dalam bidang pendidikan adalah dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator belajar yaitu (1) realitas di dalam fasilitator belajar, (2) penghargaan, penerimaan dan kepercayaan serta(3) pengertian yang empati.
B.   SARAN
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami tentang konsep dan teori caring, definisi holisme menurut beberapa ahli, humanisme menurut teori Abraham Maslow, teori belajar humanistik dan teori Carl Rogers (Person Centered Theory).
DAFTAR PUSTAKA

http://staff.undip.ac.id/psikfk/meidiana/2010/06/04/konsep-caring/
http://belajarpsikologi.com/teori-hierarki-kebutuhan-maslow/
http://ceritaanni.wordpress.com/2011/10/08/teori-humanistik-maslow-roger/
http://tepmalang.blogspot.com/2011/09/teori-humanistik-carl-rogers.html
http://novinasuprobo.wordpress.com/2008/06/15/teori-belajar-humanistik/
http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-humanisme/